Rabu, 27 April 2011

BEKERJA KEPADA ORANG LAIN ATAU MENDIRIKAN USAHA ?!

Mas Safir pernah ditanya oleh seorang karyawan swasta dengan penghasilan yang mencukupi. Dia berniat untuk fokus kepada keluarga dengan mendirikan usaha. Tapi yah itu dia, dia belum berani berhenti kerja karena usaha kan tidak langsung menghasilkan. Kira-kira apa yang bisa dia lakukan ? Bagaimana cara pengaturan untuk modal usaha?
Beliau katakan :
Senang bisa kenalan dengan Anda lewat rubrik ini. Niat Anda untuk beralih profesi menjadi wirausahawan bagus sekali saya hargai. Sehingga Anda tetap bisa melaksanakan tanggung jawab Anda terhadap keluarga dan tentunya tanpa harus kehilangan pekerjaan. Bahkan bisa jadi, malah menambah penghasilan.
Saya bisa mengerti kegelisahan Anda, karena Anda masih terbiasa dengan penghasilan tetap yang Anda peroleh dari pekerjaan sebagai karyawan. Tapi tau gak, itu mungkin justru bisa menghambat Anda untuk jadi percaya diri dan sukses dalam usaha yang Anda bentuk. Terus, gimana ngatasinya? Gampang: Anda musti mengumpulkan modal usaha plus Dana Cadangan yang nilainya cukup besar. Ini karena sebetulnya yang Anda khawatirkan adalah rutinitas keluar masuknya uang, bukan rutinitas kerja kantoran. Kalau Anda punya Dana Cadangan yang cukup besar, Anda kan bisa menggaji diri Anda sendiri dari uang cadangan itu sementara usaha Anda masih belum lancar pemasukannya? Ya kan? .
Tapi yaaa…. Anda juga nggak perlu buru-buru kalau usaha Anda memang masih belum siap untuk dijalankan. Saran saya sih, sambil saat ini Anda masih kerja, bikinlah rencana yang benar-benar matang. Dan jangan lupa siapkan segala kemungkinan yang mungkin terjadi kalau usaha itu betul-betul akan berjalan nantinya. Contoh: kalau nanti usaha Anda untung, maka coba rencanakan untuk apa laba yang akan Anda dapatkan itu nantinya akan digunakan. Dan kalau belum untung, Anda juga harus tahu apa yang harus dilakukan. Hal lain juga yang musti diperhatikan dalam rencana Anda adalah bidang apa yang ingin Anda buka, apa yang akan dibangun, berapa modalnya, dari mana dapat supplier, bagaimana konsumennya, bahkan mungkin sampai pada hal yang lebih detil seperti bagaimana bentuk desain kemasan dari produk atau design tempat usaha Anda. Semua itu bisa Anda buat sendiri kok dengan bantuan suami, atau dengan bantuan seorang konsultan bisnis profesional. Sehingga kalau semuanya sudah siap dijalankan, Anda tinggal mengajukan pengunduran diri dan siap untuk menjalani dunia baru di bidang bisnis.
Sumber : Sindo, 09 Maret 2008

Senin, 25 April 2011

BAGI ANDA YANG SUDAH MEMILIKI HUTANG

Bagaimana kalau pada saat ini Anda sudah terlanjur memiliki utang? Banyak di antara karyawan yang memiliki utang, malah terpuruk dengan utang-utang tersebut. Suatu kali, saya pernah melihat sebuah iklan teve yang menggambarkan tentang bagaimana seorang karyawan yang bekerja dengan sangat baik di kantornya dan memiliki gaji cukup baik, tapi gara-gara utangnya banyak, ia hampir menghabiskan seluruh gajinya untuk membayar utang. Dengan demikian, ia tidak sempat lagi merasakan besarnya gaji yang ia peroleh.
Nah, kalau Anda tidak ingin seperti orang yang ada di iklan itu, bagaimana kalau Anda simak tips-tips berikut? Mudah-mudahan dengan tip-tip ini, Anda tidak akan stress kalaupun mempunyai utang.
> Tinjau kembali kemampuan Anda dalam membayar cicilan.
> Jalin hubungan dengan si pemberi utang.
> Kadang-kadang, tidak apa-apa melakukan gali lubang tutup lubang.
1. Tinjau kembali kemampuan Anda dalam membayar cicilan. Total cicilan utang Anda sebaiknya tidak lebih dari 30% penghasilan Anda. Namun, bagaimana kalau setelah dihitung-hitung, total cicilan Anda mencapai 50% dari penghasilan Anda? Coba ubah ke 30%. Bagaimana caranya? Negosiasi.
Misalnya saja, penghasilan Anda per bulan mencapai Rp.3,5 juta. Kebetulan Anda memiliki tiga utang sebagai berikut:
a. Motor, sebesar Rp.300 ribu per bulan, dibayar ke sebuah perusahaan leasing.
b. Rumah, sebesar Rp.500 ribu per bulan, dibayar ke bank.
c. Uang tunai, sebesar Rp.600 ribu per bulan, dibayar ke seorang teman yang pernah berbaik hati meminjamkan uang.
Total cicilan Rp.1.400.000,- per bulan. Berarti, sama dengan 40% dari penghasilan Anda. Jadikan total cicilan Anda 30% saja dari penghasilan Anda. Dalam hitungan saya, ini berarti sama dengan Rp.1.050.000,- per bulan. Bagaimana caranya? Lakukan negosiasi kepada salah satu di antara pemberi utang, dan minta agar jumlah cicilannya bisa dikurangi. Diharapkan total cicilan Anda bisa hanya sekitar 30% dari penghasilan atau berkurang sebesar Rp.350 ribu per bulan.
Siapakah yang bisa dinegosiasi? Di antara ketiga pihak (leasing, bank, dan teman), yang paling fleksibel adalah teman. Jadi, cobalah datang ke teman Anda, siapa tahu Anda bisa melakukan negosiasi dengan mengubah cicilan yang tadinya Rp.600 ribu per bulan menjadi hanya Rp.250 ribu per bulan. Konsekuensinya, paling-paling Anda harus bersedia memperpanjang jangka waktu pembayaran.
Nggak apa-apa, yang penting cicilan tersebut tidak memberatkan Anda setiap bulan.
Biasanya, penghasilan Anda setiap tahun naik, bukan? Dengan demikian, lamalama total cicilan Anda mungkin tidak lagi menghabiskan 30% penghasilan Anda, tapi hanya menjadi 25% atau 20% dari penghasilan Anda yang sudah naik. Sekali lagi, bila sekarang Anda sudah mempunyai utang, tinjau kembali kemampuan Anda dalam membayar cicilan. Kalau ternyata cicilan tersebut memberatkan Anda, jangan ragu melakukan negosiasi. Itulah karenanya, penting sekali bagi Anda memilih pada siapa Anda akan berutang.
2. Jalin hubungan dengan si pemberi utang. Saya sering kali melihat banyak orang yang setelah mendapatkan utang, bukannya menjalin hubungan dengan si pemberi utang, malah menjauh dan kadang-kadang “menghilang dari peredaran”. “Jalinlah hubungan dengan si pemberi utang untuk memudahkan Anda agar bisa melakukan negosiasi apabila kelak Anda bermasalah dengan pembayaran utang Anda.” Saran saya, cobalah jalin hubungan dengan si pemberi utang. Menjalin hubungan dengan banyak orang bisa sangat banyak berguna untuk pekerjaan dan usaha kita. Selain itu, menjalin hubungan bisa sangat bermanfaat kalau suatu saat Anda mengalami kesulitan membayar utang. Hubungan yang erat dengan si pemberi utang kadang-kadang memang bisa membantu dalam memudahkan negosiasi kalau kelak Anda sedang tidak bisa membayar utang. Ini memang tidak selalu mudah dilakukan, tapi cobalah sekali-sekali mengajak pemberi kredit Anda di bank untuk makan bersama. Atau, kalau Anda meminjam dari teman, sering-seringlah melakukan kegiatan bersama dengannya kalau waktu Anda memang senggang.
Bayangkan kalau Anda tidak menjalin hubungan! Hubungan Anda dengan si pemberi kredit hanya sebatas hitam putih, hanya business as usual atau hanya seperlunya saja. Garing, kan? Kalau Anda kelak lagi nggak bisa bayar, dan mencoba bernegosiasi, sering kali negonya menjadi alot. Ini karena sebelumnya Anda tidak memiliki kedekatan hubungan pribadi.
3. Kadang-kadang, tidak apa-apa melakukan gali lubang tutup lubang. Maksud saya, kalau kita sedang mempunyai utang dan sudah waktunya membayar kembali, kadang-kadang kita tergoda untuk meminjam fresh money dari pihak lain untuk menutup utang yang lama. Nah, ketika sudah waktunya membayar kembali, kadang kita tergoda juga untuk mengambil utangan baru guna menutup utang lama. Begitu seterusnya. Inilah yang disebut gali lubang tutup lubang.
Dari pengalaman saya, gali lubang tutup lubang bisa dilakukan dengan kondisi berikut.
a. Bunga dari Pihak Baru yang Anda ambil utangannya (jauh) lebih kecil daripada Pihak Lama yang Anda utangi. Sebagai contoh, Anda berutang ke teman sebesar Rp.5 juta dengan bunga 2% sebulan. Tidak apa-apa kalau Anda mengambil utang baru untuk menutup utang lama kalau memang bunganya hanya 1% sebulan.
b. Terjadi perpindahan kreditor, dari yang “kaku untuk dinegosiasikan” ke menjadi pihak yang “lebih fleksibel untuk dinegosiasikan”. Contohnya, Anda meminjam uang ke orang tua untuk membayar utang-utang Anda ke bank. Orang tua jelas lebih fleksibel daripada bank kalau Anda sedang tidak bisa membayar utang-utang Anda.
c. Sudah waktunya Anda membayar utang tapi Anda tidak mempunyai uang sama sekali, dan bila tidak dibayar, Anda akan kena denda yang cukup besar. Nah, boleh deh Anda melakukan gali lubang tutup lubang sepanjang utang yang baru tersebut kelak tidak dibayar lagi dari lubang yang baru. Jangan sampai Anda terus-menerus gali lubang tutup lubang dalam membayar utang-utang hanya gara-gara tidak mempunyai uang. Cukup sekali saja!

Selasa, 19 April 2011

Buat Anda yang Ingin Mengambil Hutang


Anda mungkin sedang berpikir-pikir ingin membeli sesuatu, entah itu rumah, mobil, motor, komputer, atau barang elektronik. Namun, Anda tidak memiliki uang tunai yang cukup untuk pembelian tersebut. Mungkin uang tunai Anda ada, tapi terlalu ngepas, atau Anda memang betul-betul tidak mempunyai uang tunai sementara barang yang ingin dibeli dirasa urgent. Mungkin Anda mulai berpikir dan mempertimbangkan untuk membeli secara kredit.
Berikut sejumlah tip bila Anda ingin membeli sesuatu dengan cara berutang.
1. Pilih dengan siapa Anda berutang.
2. Ambil cicilan utang yang sesuai dengan penghasilan Anda.
3. Perhatikan prosedur pembayaran utang Anda.
1. Pilih dengan siapa Anda berutang
Ketika ingin berutang atau membeli sesuatu dengan cara kredit, pikiran kita sering kali lebih terfokus pada bagaimana caranya agar permohonan utang kita disetujui. Kadang-kadang hanya agar permohonan itu disetujui, kita melakukan kebohongan-kebohongan kecil, seperti jumlah penghasilan, lama bekerja, atau halhal semacam itu. Padahal, kita sering kali lupa bahwa ada perjuangan baru yang harus dilakukan segera setelah mendapatkan utangan itu, yaitu bagaimana cara kita untuk bisa membayarnya kembali.
Banyak orang yang kadang-kadang tidak bisa lancar saat membayar kembali utang-utangnya. Penyebabnya macam-macam, bisa karena jumlah cicilannya yang terlalu besar dan tidak sebanding dengan penghasilannya yang kecil, bisa karena penghasilannya tiba-tiba harus hilang karena di-PHK, dan seterusnya. Nah, repotnya, pihak Anda utangi sering kali tidak mau tahu problem Anda. Mereka ingin utang-utang yang mereka berikan dibayar. Bahkan, tidak semua pihak yang Anda utangi itu bisa bernegosiasi, dan juga bahkan terlalu sulit untuk menegosiasikan perpanjangan masa pengembaliannya.
Oleh karena itu, tip dari saya untuk Anda ketika ingin berutang atau membeli sesuatu secara kredit: pilihlah pada siapa Anda ingin berutang atau membeli sesuatu secara kredit. Carilah pihak yang yang bisa fleksibel bernegosiasi kalau Anda sedang tidak mampu membayar (padahal Anda benar bermaksud ingin membayar). Siapa saja pihak-pihak yang sulit diajak bernegosiasi dan siapa pula yang fleksibel? Berikut urutan-urutannya; mulai dari pihak yang sulit diajak bernegosiasi sampai pihak yang paling fleksibel.
a. Rentenir
b. Perusahaan Pembiayaan (leasing & leaseback)
c. Bank
d. Pegadaian
e. Kantor atau Koperasi Kantor
f. Teman atau Saudara
g. Orang Tua atau Mertua
h. Pasangan
Jadi, ingatlah, dengan siapa Anda berutang akan menentukan bagaimana “nasib” keuangan Anda bila kelak Anda sedang tidak bisa membayar kembali utang-utang Anda.
2. Ambil cicilan utang yang sesuai dengan penghasilan Anda.
Bukan satu dua kali saya mendengar bahwa hanya karena ingin mendapatkan utangan, seseorang menyanggupi jumlah cicilan yang besar. Mungkin orang itu lupa bahwa jumlah cicilan yang besar sering kali bisa memberatkan keuangannya sendiri.
Contohnya, ada orang yang kadang-kadang menyanggupi kredit pembayaran kulkas sebesar Rp.750 ribu sebulan, padahal penghasilannya tidak sampai Rp.1,5 juta per bulan. Bahkan, orang ini kadang-kadang berani mengambil lagi satu utangan baru sehingga penghasilannya sendiri tidak banyak tersisa.
Tips dari saya untuk Anda: cobalah mengambil utangan yang cicilannya memang sesuai dengan penghasilan Anda. Jangan sampai gara-gara membayar cicilan, penghasilan Anda hanya bersisa sedikit dan tidak bisa Anda nikmati. Saran saya, usahakan total cicilan utang Anda hanya mencapai 30% dari penghasilan Anda.
“Jangan mentang-mentang Anda sedang butuh, lalu Anda mengambil utang yang cicilannya memberatkan Anda. Ambillah utang yang cicilannya memang sesuai dengan penghasilan Anda. Kalau bisa, total cicilan utang tidak lebih dari 30% penghasilan Anda.”
Katakan saja penghasilan Anda Rp.1 juta per bulan. Ini berarti, kalau mengambil utang atau membeli sesuatu secara kredit, Anda hanya bisa mengambil pilihan cicilan sebesar maksimal Rp.300 ribu per bulan. Lebih-lebih sedikit bolehlah, nggak usah kaku; yang penting sekitar 30% dari penghasilan Anda. Bagaimana kalau ingin mengambil dua utang? Boleh, asalkan total cicilan nya tetap sekitar 30% dari Rp.1 juta. Mungkin Cicilan Barang A sebesar Rp.200 ribu sebulan, sedangkan Cicilan Barang B Rp.100 ribu sebulan.
Kenapa sih harus memakai aturan 30%? Kalau Anda menggunakan sekitar─katakan─60% dari penghasilan bulan Anda hanya untuk membayar cicilan, utang Anda memang akan cepat habis, tapi Anda tidak bisa membayar semua pengeluaran Anda yang lain. Akibatnya, kalau kebutuhan di rumah tidak bisa terpenuhi, konsentrasi kerja Anda terganggu. Bayangin aja, gaji lumayan, tapi Anda tidak bisa menikmatinya karena sebagian besar digunakan untuk membayar cicilan. Sayang, kan?
Orang yang kebanyakan dalam membayar cicilan sering kali tidak bisa membayar kembali cicilan utangnya karena biasanya ia lebih mendahulukan untuk membeli kebutuhan. Akhirnya, uang untuk bayar cicilan sudah keburu terpakai untuk membeli kebutuhan sehingga tidak ada uang lagi untuk bayar cicilan.
3. Perhatikan prosedur pembayaran utang Anda
Pernahkah Anda melihat orang yang sering kesulitan membayar cicilan utang? Bukan karena orang itu tidak sanggup membayar, bukan juga karena cicilan utangnya jauh melebihi aturan kita yang 30% dari penghasilan. Jadi, lebih pada prosedur pembayarannya.
Anggap saja Anda mendapat gaji sekitar tanggal 25 setiap bulan. Anda kebetulan mempunyai utang yang cicilannya wajib dibayar setiap tanggal 20. Katakan saja pada periode tanggal 15─20 setiap bulan. Kira-kira, apa yang akan terjadi?
Banyak orang bukannya membayar cicilan tersebut, tapi keburu menghabiskan uangnya untuk dibelanjakan. Kalau dapat gaji tanggal 25, sementara bayar utangnya tanggal 15─20 bulan depannya, wajar saja kalau Anda tergoda untuk memakainya terlebih dahulu. Akhirnya, uang Anda habis. Jadi, kalau gaji Anda didapat setiap tanggal 25, kenapa Anda tidak mencoba “menawar” agar periode pembayaran utang itu bisa diubah ke tanggal 27─30? Atau 1─5?
Ingat, keterlambatan pembayaran utang sering berakibat denda yang sebenarnya tidak perlu.

Sabtu, 16 April 2011

Kapan Anda Boleh Berhutang ?


Ada jawaban lucu yang─walaupun tidak sering muncul─kadang-kadang dilontarkan oleh peserta seminar saya. Ini jawabannya:
“Ketika kita tahu akan ada bonus bulan depan.”
Isu tentang bonus bulan depan sering kali menjadi alasan seorang karyawan kembali berutang. Entah melakukan belanja tambahan yang kadang tidak perlu, membeli HP yang baru saja diiklankan di teve, bahkan berlibur. Banyak karyawan memutuskan untuk berlibur dengan memanfaatkan fasilitas utang dari kartu kredit hanya karena ia tahu bahwa bulan depan akan ada bonus.
Oleh karena itu, ada baiknya Anda tahu kapan boleh berutang dan kapan tidak. "Berhutanglah tepat pada waktunya" (Kayak mau shalat aja...)

Kapan BOLEH Berutang ?
1. Ketika utang itu akan digunakan untuk sesuatu yang produktif. Misalnya, untuk bisnis. Bisnis jelas produktif, biarpun hasilnya kadang tidak selalu bisa langsung dinikmati. Harapannya sih , hasil bisnis bisa lebih besar dibandingkan dengan bunga dan cicilan yang Anda bayar.
2. Ketika utang itu akan dibelikan barang yang nilainya hampir pasti akan naik. Contohnya, rumah. Rumah adalah tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya. Nilai bangunan biasanya akan menurun dalam jangka waktu 10─15 tahun. Sebaliknya, nilai tanah justru akan naik dari tahun ke tahun. Bahkan, kenaikan harga tanah ini sering kali jauh lebih besar daripada penurunan nilai bangunan. Di sini, Anda boleh berutang karena hampir bisa dipastikan persentase kenaikan nilai rumah Anda lebih besar daripada persentase suku bunga KPR.
3. Ketika Anda tidak punya cukup uang tunai untuk membeli barang-barang yang benar-benar Anda butuhkan, walaupun nilai barang itu menurun. Misalnya, barang elektronik. Kulkas deh. Kulkas nilainya cenderung menurun dari tahun ke tahun. Akan tetapi, barang ini penting dan pembeliannya sering kali tidak bisa ditunda. Bahasa kerennya: urgent. Nah, kalau tidak punya uang tunai yang cukup untuk membelinya, Anda bisa memanfaatkan fasilitas utang yang ada di sekitar Anda.

Rabu, 13 April 2011

Kapan Sebaiknya TIDAK Berhutang ?

Ketika barang yang Anda beli nilainya menurun dan Anda punya uang untuk membelinya secara tunai.
Kembali ke contoh kulkas yang urgent itu. Kalau Anda memiliki uang tunai, lebih baik beli cash. Kenapa? Membeli secara kredit akan lebih mahal dibanding kalau Anda membeli secara tunai. Bagaimana dengan rumah? Apa harus tunai juga? Memang, membeli rumah secara tunai akan lebih murah. Akan tetapi, khusus untuk rumah, tidak apa-apa kalau Anda membelinya secara kredit. Berbeda dengan kendaraan atau barang elektronik yang nilainya menurun, nilai rumah biasanya naik sehingga kalaupun Anda membayar lebih mahal dalam bentuk pembelian secara kredit, toh persentase kenaikan nilai rumah Anda biasanya lebih besar daripada persentase suku bunga KPR. Kalau Anda akhirnya memutuskan membeli dengan cara kredit atau berutang, apa yang sebaiknya Anda lakukan? Sebaliknya, bagi Anda yang pada saat ini sudah terlanjur memiliki utang, bagaimana caranya agar utang tersebut tidak akan memberatkan gaji Anda?
Saya akan membagi bab ini menjadi dua bagian. Bagian pertama khusus untuk Anda yang belum memiliki utang, tetapi ingin mengambil utang, dan bagian kedua untuk Anda yang pada saat ini sedang (sudah terlanjur) memiliki utang. Bersambung ke tulisan selanjutnya. Sampai jumpa.

Jumat, 08 April 2011

Tahukan Anda apa perbedaan NGUTANG dan NABUNG ?

Menabung berarti bersusah-susah dulu, bersantai-santai kemudian. Artinya, Anda bekerja keras di depan, setelah itu merasakan nikmatnya di belakang. Kalau ngutang, berarti Anda bersantai-santai dulu, baru merasakan susahnya di belakang. Sekali lagi, nabung berarti Anda bekerja keras dulu, baru mendapatkan nikmatnya di belakang, sedangkan ngutang berarti Anda menikmati nikmatnya di depan, setelah itu melakukan kerja keras.
Kebanyakan orang Indonesia lebih senang ngutang daripada nabung. Ada satu cerita menarik tentang “utang” ini.
Alkisah di negeri antah-berantah, diadakanlah sebuah kontes. Nama kontes itu Kontes Gajah Menangis. Ada seekor gajah yang seumur hidupnya tidak pernah menangis. Banyak orang disekitarnya berputus asa karena bingung melihat kenapa si gajah tidak pernah menangis. Oleh sang raja di negeri tersebut, akhirnya diadakanlah sebuah kontes yang memberikan tantangan bagaimana agar si gajah bisa menangis.
“Seorang ekonom asal Indonesia berhasil membuat seekor gajah menjadi menangis tersedu-sedu setelah sang ekonom menyebutkan besarnya utang Indonesia.”
Pukul 10 pagi, dimulailah kontes tersebut. Si gajah dengan badan besarnya duduk, dan mulailah para peserta satu per satu mengeluarkan keahliannya di depan si gajah, mencoba membuatnya menangis. Peserta pertama adalah peniup seruling dari India. Dengan serulingnya, ia mulai memainkan lagu sedih. Lagunya sangat mendayu-dayu dan menyayat hati. Selama setengah jam lagu itu dimainkan, eeeh … bukan nya menangis, si gajah malah ketiduran. Peniup seruling dari India itu pun mundur.
Peserta kedua, pendongeng anak-anak dari Swedia. Dengan bukunya, ia mulai menceritakan kisah sedih yang pernah ia buat dan ia terbitkan di seluruh dunia. Setengah jam berlalu, bukannya sedih dan menangis, si gajah malah melongo mendengarkan kisah-kisah si pendongeng.
Peserta ketiga, seorang ekonom dari Indonesia. Dengan santai, si ekonom datang ke arah si gajah yang sedang duduk, lalu mengarahkan mulutnya ke telinga si gajah dan membisikkan sesuatu. Hanya satu menit, si gajah langsung berteriak melengking dan menangis sejadi-jadinya.
Akhirnya, orang dari Indonesia itulah yang memenangkan kontes. Apa yang dibisikkan si ekonom Indonesia kepada si gajah?
“Utang Indonesia lebih dari Rp.3 triliun ….”